Zona Magazine - Seorang filantropis asal Houston, Becca
Carson Thrash, pertama kali 'mencicipi rasa' adibusana lebih dari 15 tahun
lalu, setelah tergoda oleh celana karya Christian Lacroix yang dihiasi dengan
manik-manik Lesage.
Tanpa pikir panjang, Carson Thrash
menghadiri pameran busana Lacroix setelah diperkenalkan secara pribadi kepada
sang perancang oleh seorang klien lamanya.
Di sana ia melihat celana bermanik-manik
itu dipakai berjalan mengelilingi catwalk dan dengan segera ia membuat janji
untuk mengunjungi ruang pamer Lacroix untuk mencobanya.
Celana karya perancang semacam itu bisa
dijual dewasa ini dengan harga lebih dari US$60.000 (Rp787 juta).
Ia kini memiliki lebih dari selusin
adibusana karya perancang seperti Giambattista Valli, John Galliano dan
Alexander McQueen, termasuk gaun-gaun malam mewah dan jaket kulit buaya.
Kebanyakan pakaian ini disimpan di ruang
penyimpanan bajunya yang berventilasi dengan baik dan dibungkus dengan kertas
tisu untuk menjaga bentuknya atau dengan hati-hati dipakaikan pada patung
seukuran dengan tubuhnya.
"Baju-baju ini merupakan barang seni
yang menakjubkan,” kata Carson Thrash, istri seorang eksekutif di bidang
perminyakan yang berusia 60 tahun itu.
Untuk para fashionista sejati, mengumpulkan
dan mengenakan adibusana merupakan simbol status paling tinggi.
Pakaian yang dibuat dengan tangan seperti
itu tidak bisa dibeli di toko. Pembeli harus memiliki informasi orang dalam dan
koneksi untuk mengetahui apa saja yang dijual. Dalam sejumlah kasus, mereka
mendekati langsung dan berbaik-baik dengan pemilik studio mode.
Hasilnya? Pakaian yang hanya dibuat satu
saja dan dipaskan ukurannya oleh ‘orang nomor satu’ (firsthand atau premiere) – julukan di industri ini untuk staf mode
paling senior — dan diciptakan oleh para ahli yang dilatih secara khusus.
Membuat adibusana memerlukan waktu
berbulan-bulan dan sekitar 150 pengukuran tubuh, termasuk juga pengepasan
pakaian berkali-kali.
Harganya berkisar dari US$50.000 (Rp656
juta) untuk sepotong celana sederhana sampai $300.000 (Rp3,9 miliar) untuk gaun
malam yang rumit dan penuh manik-manik, kata Valerie Steele, direktur museum di
Fashion Institute of Technology di New York, yang mengadakan banyak pameran
adibusana.
Para pelanggan adibusana modern kini
mencari pakaian yang tidak terlalu formal dibandingkan yang pernah populer
sebelum tahun 1980-an. "Orang-orang tidak terlalu lagi suka pakaian pesta
resmi," katanya. Alih-alih, pembeli adibusana modern kini lebih menyukai
gaun cocktail eksklusif atau jaket yang dijahit
khusus dengan sangat baik.
Walaupun adibusana modern tetap hanya
merupakan benteng yang bisa ditembus oleh para miliuner saja, ada beberapa
pilihan untuk mereka yang memiliki dana terbatas untuk mengalami, atau membeli
sejumlah pakaian eksklusif.
Cara menemukannya
"Istilah adibusana memang sering
dipakai di mana-mana,” kata Robb Young, seorang konsultan untuk merek mewah
yang berbasis di London dan editor pasar global untuk situs web Business of Fashion.
Namun, adibusana ditentukan oleh serikat
kerja Chambre
Syndicale de la Haute Couture, yang mengeluarkan daftar resmi
merek-merek.
Definisinya yang paling sulit adalah bahwa
rumah mode itu harus memiliki kantor pusat di Prancis.
Ini berarti kebanyakan studio mode
berlokasi di Paris dan memamerkan karya mereka kepada klien dan dunia pers mode
di sana dua kali pertahun, yaitu di bulan Januari dan Juli saat berlangsungnya fashion week (minggu mode) untuk adibusana.
Jaringan adibusana dari merek-merek
bergengsi, termasuk Christian Dior, Chanel dan Valentino, semuanya berbasis di
Prancis dan memiliki para ahli yang membuat pakaian yang khusus dengan tangan
dari bahan-bahan terbaik.
Belakangan ini, banyak perancang lebih
kecil, sejumlah di antaranya berbasis di luar Eropa dan tidak secara formal diakui
oleh Chambre Syndicale,
juga mulai bermunculan.
Rumah mode yang lebih baru yang dipimpin
para perancang seperti Rabih Kayrouz dari Lebanon, Iris Van Herpen dari Belanda
dan Biyan Wanaatmadja dari Indonesia mulai makin populer di antara para
pengoleksi dari generasi lebih muda, kata Young.
Banyak dari mereka memulai dengan melakukan
pekerjaan magang di rumah-mudah mode di Paris dan kemudian kembali ke negara
asal mereka di mana permintaan untuk busana kelas atas juga tumbuh, kata Young
menambahkan.
Baru-baru ini, lebih banyak pembeli muncul
dari Cina, Rusia dan Arab Saudi, kata Young.
Di Timur Tengah dan Timur Jauh,
"perempuan sering kali mengadakan acara pertemuan masyarakat kelas
atas," katanya. "Dan lebih banyak tuntutan untuk berdandan sesempurna
mungkin."
Mendapatkan sehelai adibusana dimulai
dengan diperkenalkannya seorang pelanggan kepada orang nomor satu di sebuah
rumah mode oleh bagian pembelian toko serba ada atau seorang penata gaya yang
punya koneksi yang bagus.
Alternatifnya adalah dengan membeli
langsung dari perancang pada saat berlangsungnya fashion week — jika Anda diundang tentunya.
Untuk setiap orang yang berpotensi menjadi
pelanggan, rumah-rumah mode akan melakukan "pengujian tuntas untuk melihat
apakah orang itu memang memiliki gaya hidup dan kemampuan untuk membeli,” kata
Carson Thrash.
Para perancang memperlakukan pelanggan
adibusana mereka seperti anggota kerajaan, kata Mark St James, seorang blogger
fashion yang berbasis di Toronto dan sekaligus penata gaya untuk para klien
yang mengenakan adibusana.
Namun, pendanaannya juga ketat. Kebanyakan
klien membayar 50% di muka dan 50% sesudah pakaian selesai dibuat.
Harga tidak pernah diumumkan dan harus
didiskusikan langsung dengan perusahaan.
Untuk pembelian selanjutnya, orang nomor
satu di setiap rumah mode sering kali menyimpan cetakan ukuran tubuh sebenarnya
dari seorang nasabah agar tidak perlu mengukur lagi pelanggan yang setia.
Untuk mereka yang mampu membeli,
"adibusana tersedia untuk meningkatkan gengsi," kata St. James.
Namun tidak semua orang yang mampu membeli
pakaian eksklusif ini dipilih menjadi pelanggan.
Pakaian-pakaian ini berfungsi juga sebagai
iklan ‘berjalan’ dan merek-merek ini sangat berhati-hati tentang siapa saja
yang mengenakan busana terbaik mereka.
Seni yang sekarat ataukah investasi jangka panjang?
Pakaian adibusana diciptakan hanya untuk
orang tertentu oleh karena itu pasar penjualan kembali pakaian-pakaian ini sangat
kecil.
Adibusana lebih merupakan pernyataan
tentang gaya dan simbol status daripada investasi keuangan baik untuk pelanggan
maupun rumah mode, kata Steele.
"Adibusana tidak mendatangkan uang
bagi perusahaan, tetapi membantu menunjukkan yang paling penting yaitu
keterampilan tinggi dan kreativitas," katanya.
Namun tetap saja ada sejumlah investor yang
tertarik pada eksklusivitas dan keterampilan yang dipertunjukan.
Bulan Juli 2015 yang akan datang, Sotheby’s
di Paris akan melelang pakaian adibusana dari koleksi pribadi Didier Ludot,
seorang penjual fashion vintage.
Pakaian yang akan dilelang termasuk gaun cocktail karya Pierre Balmain dari tahun 1953
dan korset kurungan buatan Yoji Yahmamato dari tahun 2006.
"Barang-barang ini dibuat dengan indah
menggunakan tangan," kata Kerry Taylor, pelelang pakaian vintage yang akan mengadakan lelang
bersama-sama dengan Sotheby’s.
Harga untuk pakaian diperkirakan mencapai
mencapai 10.000 euro (Rp146 juta) untuk pakaian malam vintage.
Busana dengan harga terjangkau
Untuk mereka yang tidak mampu membayar
US$70.000 (Rp920 juta) untuk sehelai gaun, masih ada beberapa pilihan.
Dalam dasawarsa terakhir ini, mulai bangkit
apa yang disebut sebagai mode demi-couture, yang diciptakan menggunakan keterampilan
tangan yang sama dengan adibusana tetapi tanpa melakukan pengepasan ukuran
secara individu.
Toko-toko serba ada seperti Neiman Marcus
di Amerika Serikat, Colette di Paris dan Harrods di London, menjual
demi-couture yang dibuat untuk cocok dengan ukuran pakaian standar dengan harga
10% sampai 20% dari harga adibusana.
Demi-couture dapat dipesan langsung melalui penjual, karena biasanya tidak
disediakan di toko. Sering kali juga mungkin membelinya menggunakan kartu
kredit.
Pakaian demi-couture biasanya
dimunculkan di catwalk bersama-sama dengan koleksi busana siap pakai.
Untuk pecinta mode yang tidak bersedia
membayar harga demi-couture yang sudah lebih murah ini, Taylor secara teratur
menjual adibusana vintage bekas
di pelelangan dengan harga kurang dari £1.000 (Rp20 juta) per busana.
Walaupun pakaian-pakaian ini dibuat untuk
jenis tubuh tertentu, banyak ukurannya bisa cocok dengan ukuran standar dada 36
inci dan pinggang 28 inci, serta dapat diperbaiki untuk tubuh yang lebih besar
atau lebih kecil.
"Orang-orang tidak perlu memikirkan
bahwa harganya akan mahal sekali," kata Taylor.
Untuk yang bisa melihat hasil karya
adibusana dengan lebih ekonomis, kunjungi saja museum seperti Palais Galliera
di Paris atau Metropolitan Museum of Art’s Costume Institute di New York.
Kedua museum ini secara regular memamerkan
gaun-gaun adibusana.
Dengan melihat saja sudah cukup untuk
memenuhi hasrat kita akan adibusana. "Banyak dari pakaian itu memang bukan
untuk dipakai, mereka hanya karya seni," kata St James.
0 komentar:
Posting Komentar