AdSpace

  • Terbaru

    30 Mei 2015

    Rahasia di Balik Busana Termahal Dunia

    Zona Magazine - Seorang filantropis asal Houston, Becca Carson Thrash, pertama kali 'mencicipi rasa' adibusana lebih dari 15 tahun lalu, setelah tergoda oleh celana karya Christian Lacroix yang dihiasi dengan manik-manik Lesage.


    Tanpa pikir panjang, Carson Thrash menghadiri pameran busana Lacroix setelah diperkenalkan secara pribadi kepada sang perancang oleh seorang klien lamanya.
    Di sana ia melihat celana bermanik-manik itu dipakai berjalan mengelilingi catwalk dan dengan segera ia membuat janji untuk mengunjungi ruang pamer Lacroix untuk mencobanya.

    Celana karya perancang semacam itu bisa dijual dewasa ini dengan harga lebih dari US$60.000 (Rp787 juta).
    Ia kini memiliki lebih dari selusin adibusana karya perancang seperti Giambattista Valli, John Galliano dan Alexander McQueen, termasuk gaun-gaun malam mewah dan jaket kulit buaya.

    Kebanyakan pakaian ini disimpan di ruang penyimpanan bajunya yang berventilasi dengan baik dan dibungkus dengan kertas tisu untuk menjaga bentuknya atau dengan hati-hati dipakaikan pada patung seukuran dengan tubuhnya.

    "Baju-baju ini merupakan barang seni yang menakjubkan,” kata Carson Thrash, istri seorang eksekutif di bidang perminyakan yang berusia 60 tahun itu.
    Untuk para fashionista sejati, mengumpulkan dan mengenakan adibusana merupakan simbol status paling tinggi.

    Pakaian yang dibuat dengan tangan seperti itu tidak bisa dibeli di toko. Pembeli harus memiliki informasi orang dalam dan koneksi untuk mengetahui apa saja yang dijual. Dalam sejumlah kasus, mereka mendekati langsung dan berbaik-baik dengan pemilik studio mode.
    Hasilnya? Pakaian yang hanya dibuat satu saja dan dipaskan ukurannya oleh ‘orang nomor satu’ (firsthand atau premiere) – julukan di industri ini untuk staf mode paling senior — dan diciptakan oleh para ahli yang dilatih secara khusus.

    Membuat adibusana memerlukan waktu berbulan-bulan dan sekitar 150 pengukuran tubuh, termasuk juga pengepasan pakaian berkali-kali.

    Harganya berkisar dari US$50.000 (Rp656 juta) untuk sepotong celana sederhana sampai $300.000 (Rp3,9 miliar) untuk gaun malam yang rumit dan penuh manik-manik, kata Valerie Steele, direktur museum di Fashion Institute of Technology di New York, yang mengadakan banyak pameran adibusana.

    Para pelanggan adibusana modern kini mencari pakaian yang tidak terlalu formal dibandingkan yang pernah populer sebelum tahun 1980-an. "Orang-orang tidak terlalu lagi suka pakaian pesta resmi," katanya. Alih-alih, pembeli adibusana modern kini lebih menyukai gaun cocktail eksklusif atau jaket yang dijahit khusus dengan sangat baik.
    Walaupun adibusana modern tetap hanya merupakan benteng yang bisa ditembus oleh para miliuner saja, ada beberapa pilihan untuk mereka yang memiliki dana terbatas untuk mengalami, atau membeli sejumlah pakaian eksklusif.

    Cara menemukannya

    "Istilah adibusana memang sering dipakai di mana-mana,” kata Robb Young, seorang konsultan untuk merek mewah yang berbasis di London dan editor pasar global untuk situs web Business of Fashion.

    Namun, adibusana ditentukan oleh serikat kerja Chambre Syndicale de la Haute Couture, yang mengeluarkan daftar resmi merek-merek.
    Definisinya yang paling sulit adalah bahwa rumah mode itu harus memiliki kantor pusat di Prancis.

    Ini berarti kebanyakan studio mode berlokasi di Paris dan memamerkan karya mereka kepada klien dan dunia pers mode di sana dua kali pertahun, yaitu di bulan Januari dan Juli saat berlangsungnya fashion week (minggu mode) untuk adibusana.

    Jaringan adibusana dari merek-merek bergengsi, termasuk Christian Dior, Chanel dan Valentino, semuanya berbasis di Prancis dan memiliki para ahli yang membuat pakaian yang khusus dengan tangan dari bahan-bahan terbaik.

    Belakangan ini, banyak perancang lebih kecil, sejumlah di antaranya berbasis di luar Eropa dan tidak secara formal diakui oleh Chambre Syndicale, juga mulai bermunculan.
    Rumah mode yang lebih baru yang dipimpin para perancang seperti Rabih Kayrouz dari Lebanon, Iris Van Herpen dari Belanda dan Biyan Wanaatmadja dari Indonesia mulai makin populer di antara para pengoleksi dari generasi lebih muda, kata Young.

    Banyak dari mereka memulai dengan melakukan pekerjaan magang di rumah-mudah mode di Paris dan kemudian kembali ke negara asal mereka di mana permintaan untuk busana kelas atas juga tumbuh, kata Young menambahkan.

    Baru-baru ini, lebih banyak pembeli muncul dari Cina, Rusia dan Arab Saudi, kata Young.
    Di Timur Tengah dan Timur Jauh, "perempuan sering kali mengadakan acara pertemuan masyarakat kelas atas," katanya. "Dan lebih banyak tuntutan untuk berdandan sesempurna mungkin."

    Mendapatkan sehelai adibusana dimulai dengan diperkenalkannya seorang pelanggan kepada orang nomor satu di sebuah rumah mode oleh bagian pembelian toko serba ada atau seorang penata gaya yang punya koneksi yang bagus.

    Alternatifnya adalah dengan membeli langsung dari perancang pada saat berlangsungnya fashion week — jika Anda diundang tentunya.

    Untuk setiap orang yang berpotensi menjadi pelanggan, rumah-rumah mode akan melakukan "pengujian tuntas untuk melihat apakah orang itu memang memiliki gaya hidup dan kemampuan untuk membeli,” kata Carson Thrash.

    Hal ini sering kali melibatkan pencarian di Google, ditambah dengan penyelidikan secara diam-diam.

    Para perancang memperlakukan pelanggan adibusana mereka seperti anggota kerajaan, kata Mark St James, seorang blogger fashion yang berbasis di Toronto dan sekaligus penata gaya untuk para klien yang mengenakan adibusana.

    Namun, pendanaannya juga ketat. Kebanyakan klien membayar 50% di muka dan 50% sesudah pakaian selesai dibuat.

    Harga tidak pernah diumumkan dan harus didiskusikan langsung dengan perusahaan.
    Untuk pembelian selanjutnya, orang nomor satu di setiap rumah mode sering kali menyimpan cetakan ukuran tubuh sebenarnya dari seorang nasabah agar tidak perlu mengukur lagi pelanggan yang setia.

    Untuk mereka yang mampu membeli, "adibusana tersedia untuk meningkatkan gengsi," kata St. James.

    Namun tidak semua orang yang mampu membeli pakaian eksklusif ini dipilih menjadi pelanggan.

    Pakaian-pakaian ini berfungsi juga sebagai iklan ‘berjalan’ dan merek-merek ini sangat berhati-hati tentang siapa saja yang mengenakan busana terbaik mereka.
    Seni yang sekarat ataukah investasi jangka panjang?

    Pakaian adibusana diciptakan hanya untuk orang tertentu oleh karena itu pasar penjualan kembali pakaian-pakaian ini sangat kecil.

    Adibusana lebih merupakan pernyataan tentang gaya dan simbol status daripada investasi keuangan baik untuk pelanggan maupun rumah mode, kata Steele.

    "Adibusana tidak mendatangkan uang bagi perusahaan, tetapi membantu menunjukkan yang paling penting yaitu keterampilan tinggi dan kreativitas," katanya.

    Namun tetap saja ada sejumlah investor yang tertarik pada eksklusivitas dan keterampilan yang dipertunjukan.

    Bulan Juli 2015 yang akan datang, Sotheby’s di Paris akan melelang pakaian adibusana dari koleksi pribadi Didier Ludot, seorang penjual fashion vintage.

    Pakaian yang akan dilelang termasuk gaun cocktail karya Pierre Balmain dari tahun 1953 dan korset kurungan buatan Yoji Yahmamato dari tahun 2006.

    "Barang-barang ini dibuat dengan indah menggunakan tangan," kata Kerry Taylor, pelelang pakaian vintage yang akan mengadakan lelang bersama-sama dengan Sotheby’s.
    Harga untuk pakaian diperkirakan mencapai mencapai 10.000 euro (Rp146 juta) untuk pakaian malam vintage.

    Busana dengan harga terjangkau

    Untuk mereka yang tidak mampu membayar US$70.000 (Rp920 juta) untuk sehelai gaun, masih ada beberapa pilihan.

    Dalam dasawarsa terakhir ini, mulai bangkit apa yang disebut sebagai mode demi-couture, yang diciptakan menggunakan keterampilan tangan yang sama dengan adibusana tetapi tanpa melakukan pengepasan ukuran secara individu.

    Toko-toko serba ada seperti Neiman Marcus di Amerika Serikat, Colette di Paris dan Harrods di London, menjual demi-couture yang dibuat untuk cocok dengan ukuran pakaian standar dengan harga 10% sampai 20% dari harga adibusana.


    Demi-couture dapat dipesan langsung melalui penjual, karena biasanya tidak disediakan di toko. Sering kali juga mungkin membelinya menggunakan kartu kredit.
    Pakaian demi-couture biasanya dimunculkan di catwalk bersama-sama dengan koleksi busana siap pakai.

    Untuk pecinta mode yang tidak bersedia membayar harga demi-couture yang sudah lebih murah ini, Taylor secara teratur menjual adibusana vintage bekas di pelelangan dengan harga kurang dari £1.000 (Rp20 juta) per busana.

    Walaupun pakaian-pakaian ini dibuat untuk jenis tubuh tertentu, banyak ukurannya bisa cocok dengan ukuran standar dada 36 inci dan pinggang 28 inci, serta dapat diperbaiki untuk tubuh yang lebih besar atau lebih kecil.

    "Orang-orang tidak perlu memikirkan bahwa harganya akan mahal sekali," kata Taylor.
    Untuk yang bisa melihat hasil karya adibusana dengan lebih ekonomis, kunjungi saja museum seperti Palais Galliera di Paris atau Metropolitan Museum of Art’s Costume Institute di New York.

    Kedua museum ini secara regular memamerkan gaun-gaun adibusana.
    Dengan melihat saja sudah cukup untuk memenuhi hasrat kita akan adibusana. "Banyak dari pakaian itu memang bukan untuk dipakai, mereka hanya karya seni," kata St James.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Item Reviewed: Rahasia di Balik Busana Termahal Dunia Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top