Zona Magazine - Tiga tahun lalu, kelompok Papermoon Puppet Theaterdari Yogyakarta pernah menyapa warga
Amerika Serikat dengan menggelar lokakarya sertapertunjukkan Mwathirika.
Kini, dua pendirinya yaitu Maria Tri Sulistyani yang akrab disapa
Ria dan suaminya Iwan Effendi kembali ke negara Paman Sam.
Sejak Oktober 2015, mereka menjadi dosen tamu di Fakultas Humaniora Universitas New Hampshire (UNH). Selama satu semester, mereka mengajar kelas pembuatan topeng, teater boneka dan pertunjukkan.
Ketua Departemen Teater dan Tari UNH David Kaye mengatakan kepada VOA bahwa Ria dan Iwan terpilih setelah menyisihkan sejumlah seniman lain dari seluruh dunia. Kaye menambahkan kehadiran mereka adalah bagian dari program pertukaran budaya Cultural Stages yang untuk pertama kalinya melibatkan seniman Indonesia.
“Tujuan utama program ini adalah memperkenalkan mahasiswa pada suatu budaya yang kemungkinan belum mereka ketahui. Mereka belajar banyak dari Ria dan Iwan. Tidak hanya tentang sejarah dan budaya Indonesia, tapi juga tentang gaya teaterikal mereka yang unik, cara mereka bekerja dengan boneka dan topeng juga belum pernah dialami para mahasiswa kami sebelumnya,” ujar David.
Ria, yang menjabat sebagai Direktur Artistik Papermoon, mengatakan kepada VOA, selain mengajar kelas teater boneka seminggu sekali, mereka juga memproduksi sebuah pertunjukkan yang melibatkan para mahasiswa.
“Sebenarnya lebih ke sharing. Di kelas kami ajarkan cara membuat boneka ala Papermoon, bagaimana kami menghidupkan objek, metode apa yang dipakai. Kami minta mereka membuat boneka yang nanti akan dipakai dalam pementasan pada akhir semester. Dan begitu juga dengan pementasan, kami menunjukkan metode yang kami gunakan yang belum pernah mereka jalani sebelumnya,” katanya.
Pementasan yang akan diadakan bulan depan itu diberi judul SEMATAKAKI, dan menceritakan tentang persahabatan dua anak perempuan di tengah pembantaian massal tahun 1965 di Indonesia. SEMATAKAKI adalah pementasan ketiga Papermoon yang mengangkat tema tragedi 1965 di Indonesia, dari berbagai sudut yang berbeda.
Papermoon memang tidak seperti teater boneka pada umumnya. Dengan medium boneka, mereka kerap mengangkat isu-isu sosial yang serius dan tabu, tanpa dialog ataupun narasi.
Bagi banyak mahasiswa UNH termasuk Teghan Kelly, ini merupakan pengalaman baru. Mahasiswi tingkat tiga itu memerankan seorang anak bernama Tanamera.
“Saya belum pernah ikut main teater boneka sebelumnya. Karakter Tanamera sangat menarik perhatian saya karena kisah Sematakaki yang luar biasa. Dan menceritakan sebuah kisah tanpa kata-kata adalah hal yang sangat bermakna dan merupakan pengalaman baru bagi saya,” katanya.
Selain Kelly, pertunjukkan SEMATAKAKI melibatkan puluhan mahasiswa UNH yang semuanya terpilih lewat audisi. Dalam kolaborasi ini, Papermoon menyiapkan skenario dan dua boneka utama, sementara para mahasiswa membuat boneka tambahan, berakting, membuat set panggung, menata cahaya, dan lain-lain.
Ria mengatakan, “Membawa SEMATAKAKI, dipentaskan dengan para aktor dari mahasiswa UNH, Amerika Serikat, membawa kami pada sebuah keinginan untuk membawa sejarah ini ke tanah Amerika, untuk sedikit berbisik pada mereka, bahwa mereka juga bagian dari sejarah kami. Seperti yang diungkapkan di Sidang Tribunal di Belanda beberapa waktu lalu, bahwa terpapar bahwa ada keterlibatan negara asing dalam tragedi besar yang masih abu abu itu. Dan Amerika adalah satu di antaranya.”
SEMATAKAKI akan ditampilkan pada tanggal 2-6 Desember 2015 di Teater Hennessy, Durham, New Hampshire.(voa)
Sejak Oktober 2015, mereka menjadi dosen tamu di Fakultas Humaniora Universitas New Hampshire (UNH). Selama satu semester, mereka mengajar kelas pembuatan topeng, teater boneka dan pertunjukkan.
Ketua Departemen Teater dan Tari UNH David Kaye mengatakan kepada VOA bahwa Ria dan Iwan terpilih setelah menyisihkan sejumlah seniman lain dari seluruh dunia. Kaye menambahkan kehadiran mereka adalah bagian dari program pertukaran budaya Cultural Stages yang untuk pertama kalinya melibatkan seniman Indonesia.
“Tujuan utama program ini adalah memperkenalkan mahasiswa pada suatu budaya yang kemungkinan belum mereka ketahui. Mereka belajar banyak dari Ria dan Iwan. Tidak hanya tentang sejarah dan budaya Indonesia, tapi juga tentang gaya teaterikal mereka yang unik, cara mereka bekerja dengan boneka dan topeng juga belum pernah dialami para mahasiswa kami sebelumnya,” ujar David.
Ria, yang menjabat sebagai Direktur Artistik Papermoon, mengatakan kepada VOA, selain mengajar kelas teater boneka seminggu sekali, mereka juga memproduksi sebuah pertunjukkan yang melibatkan para mahasiswa.
“Sebenarnya lebih ke sharing. Di kelas kami ajarkan cara membuat boneka ala Papermoon, bagaimana kami menghidupkan objek, metode apa yang dipakai. Kami minta mereka membuat boneka yang nanti akan dipakai dalam pementasan pada akhir semester. Dan begitu juga dengan pementasan, kami menunjukkan metode yang kami gunakan yang belum pernah mereka jalani sebelumnya,” katanya.
Pementasan yang akan diadakan bulan depan itu diberi judul SEMATAKAKI, dan menceritakan tentang persahabatan dua anak perempuan di tengah pembantaian massal tahun 1965 di Indonesia. SEMATAKAKI adalah pementasan ketiga Papermoon yang mengangkat tema tragedi 1965 di Indonesia, dari berbagai sudut yang berbeda.
Papermoon memang tidak seperti teater boneka pada umumnya. Dengan medium boneka, mereka kerap mengangkat isu-isu sosial yang serius dan tabu, tanpa dialog ataupun narasi.
Bagi banyak mahasiswa UNH termasuk Teghan Kelly, ini merupakan pengalaman baru. Mahasiswi tingkat tiga itu memerankan seorang anak bernama Tanamera.
“Saya belum pernah ikut main teater boneka sebelumnya. Karakter Tanamera sangat menarik perhatian saya karena kisah Sematakaki yang luar biasa. Dan menceritakan sebuah kisah tanpa kata-kata adalah hal yang sangat bermakna dan merupakan pengalaman baru bagi saya,” katanya.
Selain Kelly, pertunjukkan SEMATAKAKI melibatkan puluhan mahasiswa UNH yang semuanya terpilih lewat audisi. Dalam kolaborasi ini, Papermoon menyiapkan skenario dan dua boneka utama, sementara para mahasiswa membuat boneka tambahan, berakting, membuat set panggung, menata cahaya, dan lain-lain.
Ria mengatakan, “Membawa SEMATAKAKI, dipentaskan dengan para aktor dari mahasiswa UNH, Amerika Serikat, membawa kami pada sebuah keinginan untuk membawa sejarah ini ke tanah Amerika, untuk sedikit berbisik pada mereka, bahwa mereka juga bagian dari sejarah kami. Seperti yang diungkapkan di Sidang Tribunal di Belanda beberapa waktu lalu, bahwa terpapar bahwa ada keterlibatan negara asing dalam tragedi besar yang masih abu abu itu. Dan Amerika adalah satu di antaranya.”
SEMATAKAKI akan ditampilkan pada tanggal 2-6 Desember 2015 di Teater Hennessy, Durham, New Hampshire.(voa)
0 komentar:
Posting Komentar