Zona Magazine - Museum di kota Suriah, Maarat al-Numan, dikenal berkat
mosaik-mosaik Romawi dan Bizantium kunonya, yang kini tersembunyi untuk waktu
yang belum bisa ditentukan.
Mosaik-mosaik tersebut dilapisi terpal dan ditutupi oleh karung
yang berisi pasir oleh para sukarelawan yang berusaha melestarikan sejarah
Suriah dari kehancuran yang disebabkan perang sipil negara tersebut.
Syrian Amr Al-Azm, professor sejarah di Shawnee State University
di Portsmouth, Ohio, yang juga merupakan oposisi pemerintah Suriah mengatakan
pasukan pemerintah meluncurkan serangan terhadap Maarat al-Numan tak lama
setelah mosaik-mosaik tersebut disimpan dan beberapa rusak dalam prosesnya.
“Museum tersebut dikuasai oleh oposisi, tapi pemerintah
terus-terusan membomnya,” ujarnya.
Al-Azm dulu pernah menjabat sebagai direktur Laboratorium Sains
dan Konservasi Suriah dan mengajar di Universitas Damaskus. Ia kemudian
meninggalkan Suriah sebelum perang sipil mulai karena tidak lagi sepaham dengan
rezim Suriah. Tapi kepeduliannya terhadap masa lalu, dan masa depan Suriah
tidak berhenti walaupun ia meninggalkan negara tersebut.
“Kami mulai mencari tahu apakah ada yang bisa kami lakukan untuk
mengurangi kerusakan, dan yang lebih penting lagi, mencatat kerusakan apa yang
terjadi," ujarnya.
Dari sebuah komputer di Shawnee State, Al-Azm mengkoordinasikan
upaya-upaya pelestarian dengan jaringan kolega dan mantan muridnya yang masih
tinggal di Suriah. Mereka menjadi mata dan telinganya di lapangan, sementara ia
mencatat dan mengumpulkan laporan kerusakan dari jauh.
Museum Maarat al-Numan adalah salah satu di antara ribuan museum
yang menjadi perhatian para arkeolog. Walaupun mosaik-mosaik museum tersebut
telah diselamatkan, banyak situs-situs yang berisiko rusak sulit dicapai,
termasuk situs-situs yang terletak di daerah yang dikuasai ISIS, di mana para
militan telah menjarah atau menghancurkan situs-situs sejarah penting.
Pesan ISIS
“Ini kejahatan yang dirancang dengan baik," kata Al-Azm,
"dan mereka mengirimkan pesan yang sangat spesifik bahwa ISIS ada dan bisa
bertindak tanpa dihukum, dan masyarakat internasional tidak mampu menghentikan
mereka.”
Tapi ISIS bukan pelaku penjarahan satu-satunya, kata Professor
McGuire Gibson, yang merupakan spesialis arkeologi Mesopotamia di University of
Chicago’s Oriental institute. "Penjarahan di Suriah terjadi di
daerah-daerah yang dikuasai oleh berbagai kelompok oposisi yang berbeda,"
ujarnya.
Gibson mengatakan salah satu cara melestarikan masa lalu Suriah
adalah melibatkan masyarakat internasional melacak perdagangan artefak-artefak
yang dijarah.
"Semua lokasi yang pernah digarap oleh para arkeolog menjadi
korban penjarahan, karena [pencuri] tahu bahwa ada barang yang diminati
orang," ujarnya.
Beberapa artefak yang dijarah mungkin tidak akan pernah kembali
lagi ke Suriah. Kalau ditambah dengan artefak-artefak yang sudah hancur, Al-Azm
mengakui masa depan Suriah akan sangat berbeda.
“Saya harap suatu hari nanti anak-anak saya bisa kembali ke Suriah
dan mereka punya kesempatan melihat apa yang saya lihat dulu ketika saya tumbuh
besar," ujarnya.
Itu sebabnya, walaupun banyak menghadapi tantangan akibat jarak
dan akses pada artefak sejarah, Al-Azm dan jaringannya berlomba menyelamatkan
apa yang masih tersisa dari harta benda Suriah yang tak ternilai harganya dan
tak tergantikan itu. [Voa]
0 komentar:
Posting Komentar